GORONTALO LIMA BESAR
TERMISKIN DI INDONESIA
(Momentum Peringatan
Hari Patriotik 23 Januari)
Oleh : Sofyan Tambipi,
Gorontalo (24/01/2014)
Gorontalo merupakan salah satu provinsi
dari 33 provinsi di Indonesia yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo.
Pada tanggal 16 Pebruari 2001.
Kalau kita membaca koran harian
Gorontalo Post (GP) Senin 13 Januari 2014 pada halaman depan Suharso Monoarfa
(pengusaha dan politikus dari PPP) yang juga mantan Menteri Perumahan Negara
Perumahan Rakyat (2009-2011) pada Kabinet Indonesia Bersatu II mengkritisi
bahwa kondisi dan realita yang terjadi di Gorontalo saat ini, dimana Gorontalo
termasuk 5 daerah termiskin di Indonesia sebagai ulah dari hasil persoalan
politik. Pernyataan Suharso ini dibantah oleh Fikram Salilama (pada GP 15/01)
politikus dari Partai berlambang beringin (ex anggota PPP).
Kenyataannya memang benar bahwa penduduk
miskin di Gorontalo (18,01%) pada September 2013 yang dirilis oleh BPS
menempati urutan ke 5 tertinggi dari 33 provinsi, setelah Provinsi Papua
(31,53%), Papua Barat (27,14), Nusa Tenggara Timur (20,24) dan Maluku (19,27%).
Kondisi ini, terjadi peningkatan 0,79% jika dibadingkan dengan tahun 2012,
dimana persentase penduduk miskin Provinsi Gorontalo pada bulan September 2012 adalah
17,22% dan berada pada peringkat ke 8. Jika kita melihat, kecenderungan
persentase penduduk miskin di Provinsi Gorontalo sejak tahun 2001 hingga tahun
2012 terjadi penurunan, walaupun pada tahun 2008 sempat meningkat 0,08% dan
pada tahun 2009 meningkat 0,13%, namun hal ini lebih rendah jika dibandingkan
dengan peningkatan yang terjadi saat ini.
Kondisi tersebut di atas bisa saja
terjadi karena persoalan politik yang kurang kondusif seperti halnya yang
dimaksudkan oleh Suharso, atau mungkin ada hal-hal lain yang mempengaruhinya,
seperti yang dikemukakan oleh Spicker, 2002), bahwa
faktor kemiskinan dipengaruhi oleh 4 (empat) mazhab yaitu : pertama Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan
cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri, kedua, familial explanation, mazhab ini
berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan., ketiga, subcultural explanation, menurut mazhab
ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat,
atau akibat karakteristik perilaku lingkungan, keempat, structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan
timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat
istiadat, kebijakan, dan aturan lain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja,
sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya
rendah dan haknya terbatas.
Dalam riwayat Imam Al Khathib Al Baghdadi : mengabarkan
kami Ibnu Rizq, katanya: memberitakan kepada kami Utsman bin Ahmad, berkata
kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Al Bara, berkata kepada kami Daud bin
Rusyaid, mengabarkan kami Al Walid bin Shalih, dari seorang laki-laki : Aku
melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam mimpi, Beliau berkata kepadaku: Barang siapa yang harinya sama
saja maka dia telah lalai, barang siapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin
maka dia terlaknat,barang siapa yang tidak mendapatkan tambahan maka dia dalam
kerugian, barangsiapa yang dalam kerugian maka kematian lebih baik baginya.
Kembali lagi tentang Gorontalo, yang hari memperingati hari
patritotik 23 Januari 1942, dimana daerah ini sangat kaya akan tradisi dan
budaya, maka tidaklah mungkin jika masyarakatnya melakukan tradisi dan budaya
yang telah ada, dan mereka mengerti tentang makna-makna yang terkandung dalam
tradisi dan budaya tersebut, pastilah di Gorontalo tidak akan terlihat lagi
mana yang kaya dan mana yang miskin. Mungkin lebih jelasnya, bahwa tidak ada
perbedaan yang menonjol antara yang miskin dan yang kaya, atau juga bahkan
tidak ada yang merasa kaya dan tidak yang merasa miskin.
Sebagai salah satu contoh adalah tradisi pada saat ada yang
meninggal, maka ada tradisi yang disebut “Dulialo”
yakni kegiatan menghibur keluarga yang berduka pada hari pertama kedukaan, atau
bisa juga dimaknai sebagai sikap peduli dan saling mempedulikan. Wujud nyata
dari tradisi ini adalah dalam bentuk memindahkan isi dapur untuk dimasak secara
gotong royong di rumah yang mengalami kedukaan dan inilah bentuk kekeluargaan
dan kebersamaan yang patut diteladani.
Tradisi lainnya yakni “Mongaruwa”,
pada hakekatnya “Mongaruwa” merupakan tradisi untuk berdoa dan mendoakan baik untuk dirinya sendiri, keluarga,
masyarakat dan lebih khusus lagi mendo’akan bagi orang yang telah meninggal. Atribut
tradisi / benda budaya, terdiri dari :
-
Kain putih yang dibentangkan
sebagai alas untuk meletakkan makanan. Putih bermakna kesucian dan keikhlasan,
jadi siapapun yang duduk pada majelis “Mongaruwa”
harus suci dan ikhlas.
-
Garam, pada hakekatnya
garam berasal dari laut, laut luas dan kaya akan beraneka ragam makhluk hidup
seperti ikan, dll yang dapat dimanfaatkan untuk di makan/konsumsi, jika kita
berada di Gorontalo maka cukuplah untuk mengambil ikan yang ada di laut
Sulawesi atau Teluk Tomini, tidak perlu mengambil ikan yang ada di laut Jawa
atau laut Banda, karena sifat ikan yang ada di laut selalu berpindah-pindah.
Makna tersebut haruslah diimplementasikan pada majelis “Mongaruwa”, saat kita duduk dan dipersilahkan untuk makan, maka
yang diambil adalah makanan yang berada di depan kita, tidak perlu mengambil
makanan yang berada jauh dari kita, mungkin saja kalau kita mengambil makanan
yang jauh dari tempat duduk kita, maka akan mengganggu orang yang ada disebelah
kita, intinya adalah adab sopan santun yang dibentuk, sehingga pada saat kita
hidup berkeluarga,bermasyarakat dan bernegara adab sopan santun inilah yang
patut dilakukan. Selain itu, pada saat kita mengambil makanan, maka makanan yang
diambil hanya secukupnya, tidak terlalu banyak sehingga dapat melebihi
kapasitas wadah/piring dan dampaknya apabila makanan tersebut melebihi
wadah/piring, maka yang terjadi adalah makanan tersebut akan jatuh ke kain
putih yang harusnya dijaga, adapun adab yang dibentuk adalah adab tenggang
rasa, saling harga-menghargai.
- Rica/cabai pada
hakekatnya merupakan gambaran sifat-sifat yang kurang baik seperti iri, dengki,
hasut, dll. Rica/cabai jika dimakan akan terasa enak pada lidah kita, tetapi
akan menimbulkan rasa pedas, dan mungkin bisa sampai berakibat pada sakit
perut, tetapi tetap dimakan lagi jika kita makan, dalam artian tidak pernah
kapok dengan akibat yang ditimbulkan. Itulah sifat-sifat dari perilaku yang
kurang baik, enak dilakukan karena hanya untuk kepentingan kesenangan sendiri tetapi
dampaknya merusak hubungan diri dan keluarga bahkan masyarakat dan Negara.
- Tiliaya, pada hakekatnya
tiliaya berasal dari bahan-bahan yang sangat sederhana dan mudah untuk di
dapat, apabila kita mengkonsumsinya maka dampak yang dirasakan adalah tubuh
tetap dalam kondisi fit walaupun seharian kita tidak makan (seperti halnya pada
saat bulan Ramadhan, jika kita makan tiliaya pada saat sahur, maka sampai pada
saat buka puasa kita tetap merasa fit dan kuat). Itulah gambaran perbuatan
baik, sekecil apapun kita berbuat baik kepada orang lain (seperti tiliaya yang
bahannya sederhana), pastilah akan berdampak yang panjang, hubungan silaturahmi
terjaga, hubungan kerja terjaga, dll. Tidak seperti halnya rica/cabai tadi.
Mungkin itulah sebenarnya gambaran tradisi kita, berbagai macam
makna dan pesan-pesan moral orang tua kita yang disampaikan melalui
tradisi/budaya tersebut. Orang Gorontalo kaya akan tradisi dan budaya yang
patut untuk dijaga dan dilestarikan, tetapi dengan catatan wajiblah kita
memahami dan mengamalkan makna yang tekandung dalam segala tradisi/budaya
tersebut. Maka sudah barang tentu, bahwa orang Gorontalo tidaklah mungkin miskin,
jika apa yang dia lakukan dia mengerti dengan apa yang dilakukannya, demi untuk
kepentingan bersama.
Akhir dari tulisan ini, mungkin sebagai kesimpulan, bahwasanya kemiskinan
di Gorontalo secara fakta melalui data merupakan daerah yang masih tinggi
persentase penduduk miskinnya, tetapi kalau dilihat dari segi tradisi/budaya maka Provinsi Gorontalo merupakan daerah yang kaya. Upaya yang perlu dilakukan yakni dalam bentuk kebijakan publik
tentang upaya pelestarian dan pengembangan tradisi dan budaya daerah perlu
dilakukan (sampai saat ini kebijakan yang mengatur tentang kebijakan tersebut
mungkin belum ada).
Inilah persembahan saya saat, Beberapa patah kata yang saya tulis
mungkin dengan sangat tergesa-gesa. Jika terdapat kesalahan dan kekurangan,
maka hal itu semata-mata adalah kelemahan dan kebodohan saya, dan saya sangat
berharap dan bersyukur serta mengucapkan terima kasih apabila kekurangan ini
diperbaiki. Semoga dalam momentum peringatan hari patriotik 23 Januari 2014 ini
merupakan awal perbaikan pembangunan daerah Gorontalo yang kaya akan tradisi
dan budaya daerah yang perlu dilestarikan. Dengan mengutip pidato Presiden RI
pertama Ir. Soekarno menyatakan bahwa “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”
atau yang dikenal dengan “JAS MERAH”.
Terima kasih, semoga bermanfaat.