Sehat melalui Makanan
Tradisional
(Implementasi mata
pelajaran Ilmu Gizi Berbasis Makanan Khas Daerah Gorontalo di Provinsi
Gorontalo)
Oleh
: Sofyan Tambipi, Gorontalo (2013)
Berbicara tentang sehat, ada tiga kelompok yang
memberikan pernyataan tentang sehat, kelompok pertama menyatakan bahwa “sehat
itu mahal”, kelompok kedua menyatakan bahwa “sehat itu murah”, dan kelompok
yang ketiga menyatakan bahwa “sehat itu gratis”.
Berbicara tentang makanan, kita lihat tentang sejarah
manusia. Perintah dan larangan Allah pertama kali kepada manusia adalah
berkaitan dengan makanan, dalam Al-Qur’an,
Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu surga
ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang
kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk
orang-orang yang dzalim (QS. Al-Baqrah; 35).
Makanan yang bergizi tidak selalu harus makanan yang
mahal, mewah, bahkan dalam banyak bukti makanan yang demikian kurang bergizi. Bahan
makanan yang mudah diperoleh dan harganyapun terjangkau oleh masyarakat yang
berpenghasilan rendah banyak yang bergizi dan bahan-bahan makanan yang demikian
perlu mendapat perhatian untuk dikonsumsi dengan sebaik-baiknya. Selera dan gairah untuk memakannya tergantung dari kepandaian
pengelohan dan ketepatan waktu penyajiannya (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2010:2-3).
Masyarakat Indonesia sejak dahulu telah memiliki
kebudayaan yang mantap. Salah satu aspek kebudayaan adalah kebiasaan
mengkonsumsi makanan tradisional khas bagi masyarakat. Makanan tradisional
merupakan jenis-jenis makanan yang paling cocok dengan kondisi daerah serta
menjadi kebiasaan makan bagi masyarakat daerah tertentu (Marwanti, 1997:96-97).
Sangat ironis sekali apabila pemerintah melakukan import
daging, garam dan bahan makanan lainnya yang pada dasarnya bahan-bahan tersebut
cukup banyak tersedia di Negara kita. Upaya-upaya alternatif dan kerjasama
sektoral hanya sebatas konsep yang ditawarkan. Sumber pangan hewani tidak hanya
berasal dari daging sapi, tetapi dapat pula berasal dari daging ayam dan bahkan
ikan. Negara kita yang hampir dua per tiga adalah lautan dengan beribu-ribu
pulau, pastilah banyak terdapat keaneragaman ikan di dalamnya. Mungkin ini
terlalu jauh kita bicarakan, kita kembali ke fokus kita tentang sehat melalui
makanan tradisional.
Kebijakan pelestarian
makanan tradisional di Provinsi Gorontalo telah dimulai sejak tahun 2008.
Kebijakan tersebut merupakan implementasi dari visi pemerintah Provinsi
Gorontalo tahun 2007-2012 yakni Gorontalo Provinsi Inovasi. Saat itu, kebijakan
penerapan muatan lokal ilmu gizi berbasis makanan tradisional Gorontalo telah
dilakukan uji coba (pilot project) pada 18 sekolah yang terdiri dari 6 sekolah
tingkat SD, 6 sekolah tingkat SMP dan 6 sekolah tingkat SMA yang terbagi di
seluruh Kabupaten/Kota se Provinsi Gorontalo. Hingga saat ini telah mencapai
128 sekolah yang telah menerapkan kebijakan dan sudah 2 orang guru yang telah
tersertifikasi dengan mata pelajaran mulok ilmu gizi berbasis
makanan tradisional yakni guru pada SMA Negeri 1 Tilamuta dan SMA Negeri 1
Kabila.
Keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan tersebut telah
menjadikan Provinsi Gorontalo dipercayakan menjadi tuan rumah pelaksana Rapat
Konsultasi Teknis Nasional Program Perbaikan Gizi pada tahun 2009 yang dihadiri
oleh utusan 33 Provinsi, menjadi tempat studi banding bagi daerah-daerah,
memperoleh penghargaan dari Menteri Kesehatan (dua orang Bupati, yakni
Gorontalo dan Boalemo) dan pada tahun 2011 Kepala Dinas Kesehatan mendapat
penghargaan dari Presiden Indonesia tentang Adhikarya
Pangan Nusantara.
Hasil penelitian tentang makanan tradisional yang
diangkat oleh seorang Doktor bidang Gizi (Arifasno Napu, 2013) menyatakan bahwa
semakin muda usia, semakin rendah pengetahuannya tentang makanan tradisional Gorontalo.
Perlunya peraturan daerah yang mengayomi pembelajaran muatan lokal ilmu gizi
berbasis makanan tradisional Gorontalo dalam upaya memutus mata rantai
permasalahan gizi dan kesehatan, pengembangan dan pelestarian budaya daerah
melalui makanan.
Seingat saya sejak tahun 2007 di Provinsi Gorontalo
pernah dilaksanakan lomba cerdas cermat pengetahuan gizi dan kesehatan serta
lomba menu khas daerah Gorontalo, yang merupakan implementasi hasil
pembelajaran siswa di sekolah. Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah tidak
dilaksanakan lagi. Apakah karena hal ini merupakan ide cemerlang yang tidak
bersentuhan dengan logika berpikir tentang pembangunan kesehatan dan
pendidikan, ataukah ada perasaan malu untuk melanjutkannya.., hanya merekalah
yang bisa menjawab.
Kita jangan malu melihat hal baru (ilmu gizi berbasis
makanan khas daerah Gorontalo) yang mengangkat hal yang lama (budaya daerah
tentang makanan).
Terkait dengan hal tersebut, dalam benak saya muncul
pertanyaan, apakah ini dapat dijadikan icon yang wajib dikembangkan..???
seperti halnya yang dilansir oleh Kemendagri pada tanggal 12 April 2013 bahwa CITY BRANDING UNTUK
PEMDA: PERLUKAH ?. Menurut saya, ini hal yang paling menarik dan mudah dicerna, dan
bahkan mudah diimplementasikan oleh Pemerintah Daerah. Dengan demikian
kesehatan gratis yang diidamkan dapat terwujud, yakni “bagaimana orang sakit
bisa sehat dan bagaimana orang sehat tetap sehat” (dikutip dari pernyataan pak
Doktor Arifasno). Pertanyaan yang timbul bukankah Kesehatan gratis yang ada saat
ini sudah berjalan dan bahkan untuk semua (Total
Coverage), jawabannya iya, tetapi hanya sebatas bagi orang yang sakit,
disaat dia sakit dia akan merasakan manfaatnya (dilayani), tetapi bagaimana
dengan orang yang sehat.
Oleh karena itu pembelajaran ilmu gizi berbasis makanan khas
daerah Gorontalo dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang gizi dan
makanan, pelestarian dan pengembangan budaya Gorontalo khususnya tentang
makanan khas Gorontalo, dan sebagai upaya untuk memutus mata rantai permasalahan
gizi/kesehatan yang diakibatkan oleh masalah makanan (Arifasno Napu, 2013)
Untuk itulah, marilah kita giatkan “Sehat melalui Makanan Tradisional”.